Aku melihat lelaki muda itu datang lagi. Seperti biasa ia duduk menemani para manula wanita, menghibur mereka dan tak jarang tertawa geli bersama nenek-nenek itu.
Awalnya aku senang karena ia bisa mengisi
kekosongan hati para manula itu. Tak banyak anak muda mau menghabiskan
waktu untuk menghibur hati mereka. Apalagi harus rela berjam-jam
menemani mereka seperti itu.
Tapi kebiasaan anak muda itu datang semakin lama semakin mengusik keingintahuanku. Apalagi
sekarang ia makin dekat pada seorang nenek tua yang sakit-sakitan. Aku
tak ingin membuat nenek Sutiah itu harus bersedih terutama ketika
dokter mengatakan bahwa kemungkinan hidup nenek Sutiah tak lama lagi.
Setiap malam anak muda itu datang, hilir mudik
bercerita tentang banyak hal yang lucu. Tapi ia tak pernah membuka
siapa jati dirinya. Ketika aku bertanya pada kepala panti, ia
menjawabnya dengan tersenyum dan berkata, “dia cuma salah satu relawan.
Tak apa-apa, orangnya baik kok.”
Malam itu, kami semua harus menunggui Nenek
Sutiah. Dalam erang nafasnya yang mulai sulit, Nenek Sutiah memanggil
nama anak muda itu. Ia datang secepatnya setelah ibu Panti
meneleponnya. Ia langsung duduk sepanjang malam, menggenggam jemari
Nenek Sutiah dengan setia sambil membaca ayat-ayat suci Alqur’an.
Menjelang pagi Nenek Sutiahpun berpulang. Anak muda itu tampak sedih
meskipun tak ada airmata yang jatuh.
Setelah kepergian Nenek Sutiah, Anak muda itu
tetap datang secara rutin. Aku juga jadi terbiasa dengan kedatangannya.
Entah apa karena peristiwa kepergian Nenek Sutiah yang begitu tenang,
kami akhirnya mempercayakan setiap kali ada manula yang akan “pergi”
maka tugas anak muda itulah yang menggenggam tangan mereka hingga
mereka menghembuskan nafas terakhir.
Suatu hari saat kami sedang menyiapkan tempat
mandi jenazah. Aku bertanya pada Lukman, anak muda itu. “Kenapa kau mau
menggenggam tangan mereka?”
Dia mendongak kaget karena aku memang jarang
bicara. Sebuah senyum tersungging di bibirnya sebelum menjawab, “karena
saya ingin sekali merasakan bagaimana rasanya menggenggam tangan
seorang ibu. Setiap ibu pasti berharap anak mereka mendampingi di
saat-saat terakhir. Perasaan rindu mereka pasti tercermin di genggaman
itu.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar